Ternyata teknik bersalin per vaginam yang konvensional tidak melulu dengan cara setengah berbaring seperti yang kita kenal selama ini. Menurut dr. Alfiben, SpOG., dari rumah sakit Hospital Cinere persalinan per vaginam mengenal empat teknik bersalin.
"Semua teknik itu tidak ada yang sulit. Justru dengan teknik-teknik itu ibu akan semakin mudah dan nyaman menjalani proses bersalin." Karena itu, lanjut Alfiben, Ibu bisa menentukan sendiri, yang mana sih teknik bersalin yang paling sreg buat dirinya."
Apa saja sih teknik persalinan per vaginam itu? Berikut penjelasan Alfiben dan semoga bisa menjadi inspirasi bagi ibu untuk menentukan gaya persalinan mana yang paling sreg.
TEKNIK SUNTIK/TANPA RASA SAKIT
Persalinan dengan teknik ini menggunakan obat-obatan penghilang rasa sakit yang disuntikkan pada ibu sebelum persalinan terjadi. Teknik ini mempunyai beberapa cara:
Bius epidural
Bius ini akan mematikan rasa pada saraf di tulang belakang yang kemudian menjalar ke perut. Cara pemberiannya, bius lokal dengan dosis rendah akan disuntikkan ke bagian bawah punggung untuk mematikan rasa melalui kateter epidural. Efeknya akan terasa terus hingga beberapa jam. Bius tersebut dapat ditambahkan tiap beberapa jam lewat kateter yang sama.
Bius Spinal
Spinal artinya tulang belakang. Pada teknik ini, jarum disuntikkan ke dalam cairan susunan saraf tulang belakang. Bius dosis rendah dimasukkan, dan jarum dikeluarkan. Efeknya lebih cepat dibanding epidural, dapat bertahan sampai 4 jam.
Intrathecal Labor Analgesia (ILA)
Bius ini adalah yang terbaru dan paling aman. Pemberian bius ini dilakukan dengan cara menyuntikkan obat ke urat saraf di tulang belakang bagian bawah. Kendati ibu tetap sadar, ibu tidak merasakan nyeri. Caranya memang hampir mirip dengan teknik anestesi regional (epidural), tapi ada perbedaan yang cukup mencolok antara ILA dan epidural. Epidural memakai dosis obat cukup tinggi dan disuntikkan ke ruangan sebelum mencapai selaput otak. Kekurangannya otot-otot ibu terpengaruh obat bius sehingga saat mengejan, kekuatan ibu jadi lemah karena ada bagian saraf yang "diblok".
Dalam teknik ILA, dosis obat bius yang digunakan hanya sepersepuluh obat epidural. Jarum suntiknya pun lebih lembut dan dimasukkan langsung ke dalam selaput otak. Asal tahu saja, di dalam selaput otak tidak ada pembuluh darah sehingga obat bius tidak menyebar. ILA juga hanya memblok rasa nyeri saja tanpa memblok motorik ibu. Ini berarti obat bius tidak akan memengaruhi otot-otot tubuh ibu. Bahkan, setelah diberi ILA, ibu hamil tetap bebas berjalan-jalan.
Kekuatan efek ILA pun lebih lama dari epidural. Jika masa kerja epidural hanya 1-2 jam, ILA antara 10-12 jam. Efeknya epidural setiap 2 jam harus ditambah. Ini berarti volume dan dosis obat akan bertambah terus sehingga membuka peluang untuk masuk ke dalam sirkulasi darah dan pada akhirnya masuk ke dalam tubuh janin. Akibatnya, janin bisa terpengaruh, misalnya, saat lahir akan terlihat mengantuk. Sedangkan ILA hanya bekerja di susunan saraf pusat ibunya.
Lalu apa kelemahan ILA? Karena dosisnya kecil maka masa kerjanya terbatas. Lantaran itulah, ILA baru disuntikkan setelah pembukaan 3. Ini yang paling ideal, baik bagi pasien maupun persalinannya. Jadi kalau persalinannya lebih dari 10 jam, maka hal ini masih bisa teratasi.
KONVENSIONAL
Teknik ini sekalipun konvensional, tapi ada beberapa yang belum banyak orang ketahui. Dengan adanya referensi ini tentu ibu akan semakin banyak pilihan untuk menentukan cara yang mana yang paling baik. Berikut adalah aneka cara bersalin konvensional:
Berbaring
Kalangan medis akrab menyebutnya dengan posisi litotomi. Pada posisi ini, ibu dibiarkan telentang seraya menggantung kedua pahanya pada penopang kursi khusus untuk bersalin. Keuntungan posisi ini, dokter bisa leluasa membantu proses persalinan. Pasalnya jalan lahir menghadap langsung ke dokter/bidan, sehingga dokter/bidan lebih mudah mengukur perkembangan pembukaan. Lainnya, waktu persalinan pun bisa diprediksi secara lebih akurat.
Selain itu, tindakan episiotomi bisa dilakukan lebih leluasa, sehingga pengguntingannya bisa lebih bagus, terarah, serta sayatannya bisa diminimalkan. Begitu juga dengan posisi kepala bayi yang relatif lebih gampang dipegang dan diarahkan. Dengan demikian, bila ada perubahan posisi kepala, bisa langsung diarahkan menjadi semestinya.
Kekurangan dari cara bersalin konvesional ini, letak pembuluh besar berada di bawah posisi bayi dan tertekan oleh massa/berat badan bayi. Apalagi jika letak ari-ari juga berada di bawah si bayi. Akibatnya, tekanan pada pembuluh darah bisa meninggi dan menimbulkan perlambatan peredaran darah balik ibu. Pengiriman oksigen melalui darah yang mengalir dari si ibu ke janin melalui plasenta pun jadi relatif berkurang.
Untuk mengantisipasi hal ini biasanya beberapa saat sebelum pembukaan lengkap, dokter meminta pasien untuk berbaring ke kiri dan atau ke kanan. Dengan demikian suplai oksigen dan peredaran darah balik ibu tidak terhambat.
Berbaring Miring
Cara ini memang tidak lazim dilakukan ibu-ibu di Indonesia. Jika memilih cara ini ibu harus berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat, sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Posisi ini akrab disebut posisi lateral.
Keunggulan posisi ini, peredaran darah balik ibu bisa mengalir lancar. Pengiriman oksigen dalam darah dari ibu ke janin melalui plasenta juga tidak terganggu. Alhasil karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan akan berlangsung secara perlahan-lahan sehingga persalinan berlangsung lebih nyaman. Posisi melahirkan ini juga sangat cocok bagi ibu yang merasa pegal-pegal di punggung atau kelelahan karena mencoba posisi yang lain.
Sayangnya, posisi miring menyulitkan dokter untuk membantu proses persalinan. Dalam arti, kepala bayi susah dimonitor, dipegang, maupun diarahkan. Dokter pun akan mengalami kesulitan saat melakukan tindakan episiotomi.
Jongkok
Walau tidak lazim pada orang Indonesia bagian barat, cara bersalin jongkok sudah dikenal sebagai posisi bersalin yang alami bagi ibu di beberapa suku di Papua dan daerah lainnya. Oleh karena memanfaatkan gravitasi tubuh, ibu tidak usah terlalu kuat mengejan. Sementara bayi pun lebih cepat keluar lewat jalan lahir. Tak heran karena berbagai keunggulan tersebut, beberapa tempat bersalin di Jakarta menerapkan posisi persalinan ini untuk membantu pasiennya.
Kelemahannya, melahirkan dengan posisi jongkok amat berpeluang membuat kepala bayi cedera. Soalnya, tubuh bayi yang berada di jalan lahir bisa meluncur cepat ke bawah. Untuk menghindari cedera, biasanya ibu berjongkok di atas bantalan empuk yang berguna menahan kepala dan tubuh bayi.
Untuk sebagian dokter, posisi ini dinilai kurang menguntungkan karena menyulitkan pemantauan perkembangan pembukaan dan tindakan-tindakan persalinan lainnya, semisal episiotomi.
Setengah duduk
Posisi yang paling umum diterapkan di berbagai RS/RSB di segenap penjuru tanah air. Pada posisi ini, pasien duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping. Posisi ini cukup membuat ibu nyaman. Kelebihannya, sumbu jalan lahir yang perlu ditempuh janin untuk bisa keluar jadi lebih pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin pun berlangsung optimal.
Kendati begitu, posisi persalinan ini bisa memunculkan kelelahan dan keluhan punggung pegal. Apalagi jika proses persalinan tersebut berlangsung lama.
0 comments:
Post a Comment