Bagi yang tidak pernah mendengar, mungkin akan merasa bingung. Namun bagi beberapa orang yang pernah mendengar akan langsung terpikir mengenai para manusia kerdil (kurcaci) dari sebuah film trilogy karya J.R.R. Tolkien yang berjudul “Lord of The Ring” yang sangat popular beberapa tahun lalu.
Cerita mengenai manusia kerdil ternyata sangat banyak di dunia ini, cerita lainnya yang cukup terkenal berjudul “Snow White and 7 Dwarfs” atau “Putri Salju dan 7 kurcaci”. Cerita itu mengenai hidup seorang putri cantik yang diusir oleh ibu angkatnya dan kemudian hidup bersama 7 kurcaci di hutan.
Manusia kerdil? Kurcaci?
Siapakah mereka itu? Apakah mereka pernah hidup di bumi ini?
Apakah semua itu hanya ada pada benak pengarang cerita fiksi?
“Tidak, manusia kerdil bukan hanya ada dalam cerita fiksi”, jawab seorang arkeolog (ahli purbakala) bernama Bert Robert dari Universitas Wallongong, Australia. “Manusia kerdil atau sering kita sebut sebagai manusia kurcaci pernah hidup di bumi ini. Mereka juga berjalan, bercocok-tanam, berbicara dan bermain-main seperti kita, manusia modern sekarang ini”, tambahnya.
Apakah kita bisa melihat manusia kerdil ini?
“Sekarang manusia kerdil telah punah, kita tidak dapat menemuinya dalam keadaan hidup, namun bukti-bukti bahwa mereka pernah hidup di dunia ini tidak dapat terbantahkan…”, jawab Robert.
Lalu di manakah kita dapat melihat bukti itu? Dan bukti seperti apa yang dimaksud?
Robert mengatakan, “Bukti bahwa manusia kerdil pernah hidup dapat kita lihat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Negara Indonesia”. Ia juga menambahkah, “Ini terbukti dari hasil penggalian kami di sebuah situs goa prasejarah bernama Liang Bua. Di tempat itu kami berhasil menemukan tulang-tulang manusia dalam ukuran yang sangat kecil. Ukuran tulang manusia Flores ini hanya sekitar setengah dari ukuran manusia normal sekarang ini”.
Memang benar apa yang dikatakan Bert Robert tadi.
Situs Liang Bua di Flores sempat memiliki cerita yang menghebohkan dunia pada tahun 2005 karena berhasil menemukan sejumlah kerangka manusia dengan ukuran yang jauh lebih kecil.
Penggalian di Goa Liang Bua
Pada masa-masa awal penggalian di Situs Liang Bua tidak ada satu orang pun yang menyadari bahwa yang ditemukan adalah sebuah spesies manusia baru. “Kami mengira hasil penggalian itu hanya tulang anak dari manusia purba dan tidak ada kecurigaan sama sekali. Namun pada hari terakhir, kami meluaskan daerah penggalian dan pada satu lokasi kami menemukan banyak sekali tulang manusia dengan ukuran yang sangat kecil dan ciri yang hampir sama”, ungkap Bert Robert.
“Namun ada sedikit kejanggalan, karena kami tidak pernah menemukan satu pun kerangka manusia dengan ukuran yang setara dengan manusia dewasa. Hingga seorang rekan kami di laboratorium forensik mengatakan bahwa kerangka mausia yang kami peroleh merupakan manusia purba yang meninggal pada sekitar usia 60 tahun”.
“Hasil tes itu sangat mengejutkan, kemudian kami pun melakukan tes laboratorium pada tulang-tulang manusia purba yang lain dan ternyata mereka semua merupakan manusia dewasa hanya ukurannya saja yang lebih kecil”, tambah Bert.
Lihat perbandingan ukuran tengkorak Hobbit dengan ukuran kepala kita
Lihat perbandingan tinggi badan Hobbit dengan tinggi badan kita
Sejumlah peneliti asal Indonesia dan Australia yang tergabung dalam tim penggalian di Situs Liang Bua sangat terkejut dengan temuan tersebut. Tak lama kemudian mereka mengumumkan temuan tersebut kepada dunia. Dapat ditebak, dunia pun ikut terkejut atas temuan di Liang Bua itu.
Seusai mengumumkannya pada dunia, penelitian dilanjutkan di laboratorium. Dua orang arkeolog senior asal Australia bernama Peter Brown dan Michael Morwood sangat tertarik untuk mendalami temuan di Situs Liang Bua. Mereka yakin bahwa temuan manusia kerdil di Flores merupakan jenis manusia yang pernah hilang dalam sejarah perkembangan manusia (the lost species). Mereka menyebut manusia kerdil asal Flores sebagai spesies Homo Floresiensis.
Homo Floresiensis (Sumber: National Geographic)
Homo Floresiensis diambil dari bahasa latin, kata Homo berarti manusia, sedangkan kata Floresiensis mengacu pada tempat ditemukannya spesies baru itu, yaitu Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Hasil pemeriksaan laboratorium memperkirakan manusia Flores ini hidup sekitar 18.000 tahun yang lalu.
Wow…!!!
Ternyata 18.000 tahun yang lalu ada sejumlah Hobbit yang hidup berdampingan bersama spesies kita (Homo Sapiens)…!!!
Temuan menghebohkan di Situs Liang Bua mendorong sejumlah ahli purbakala dari negara-negara lain untuk mencoba menemukan jenis manusia kerdil. Misalnya penggalian yang dilakukan pada situs prasejarah di Negara Kenya (Afrika), sekitar Laut Mediteran (Timur Tengah) hingga dataran Andes (Peru, Amerika Selatan). Berminggu-minggu hingga berbulan-bulan usaha untuk menemukan manusia kerdil di negara lain tidak berhasil ditemukan.
“Hal ini sangat mengherankan kami…! Mengapa manusia kerdil hanya ditemukan di Flores dan tidak ada di tempat lain?”, kata Teuku Jacob, seorang arkeolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Pertanyaan yang sama juga sering dilontarkan oleh ahli purbakala lainnya. Rasa penasaran ini mengundang sejumlah peneliti untuk mencari jawaban lebih lanjut, sehingga sejumlah peneliti dunia pun diturunkan kembali ke lapangan. Mulai dari para ahli biologi, ahli botani, ahli zoology, para geolog (ahli ilmu bumi) hingga sejumlah dokter ahli bahu-membahu untuk mengungkap rahasia masa lalu.
Berbulan-bulan dilakukan penggalian untuk kedua kalinya di Situs Liang Bua. Jerih payah mereka pun mulai menunjukkan adanya titik terang pada sekitar bulan Agustus 2006. Berdasarkan penelitian lebih lanjut di laboratorium, berhasil diperoleh keterangan bahwa manusia kerdil di Flores bukan merupakan suatu jenis manusia baru. Ukuran badannya yang lebih pendek dan tengkoraknya yang lebih kecil dari manusia modern lebih dikarenakan faktor makanan. Buruknya faktor makanan yang yang dikonsumsi oleh manusia purba di Liang Bua selama ribuan tahun akhirnya menghambat perkembangan tubuh mereka.
“Faktor makanan mungkin adalah salah satu jawaban yang paling dapat dipercaya”, ungkap Teuku Jacob. “Mengingat bahwa makanan adalah sumber gizi utama dalam pertumbuhan tubuh manusia. Ini juga menjelaskan, mengapa manusia kerdil hanya ditemukan di sekitar Situs Liang Bua… Semua itu lebih dikarenakan lingkungan hidup di sekitar Liang Bua sangat terisolasi (tertutup) dari lingkungan luar sehingga menjadi kendala manusia purba itu untuk mendapatkan sumber makanan lain yang lebih bergizi”, tambahnya.
Pendapat Teuku Jacob ini sangat didukung oleh para ilmuwan lainnya. Para ahli botani dan zoologi memang tidak berhasil menemukan adanya bukti sisa sumber makanan yang cukup bergizi di sekitar Situs Liang Bua. Para geolog pun melihat dari sisi faktor alam, bahwa Situs Liang Bua terletak di sebuah dataran rendah yang diapit oleh pegunungan tinggi, sehingga masyarakatnya sangat sukar untuk keluar dari lingkungan tempat mereka tinggal. Selama ratusan hingga ribuan tahun hanya mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan gizi di yang sangat rendah, akhirnya terbentuklah sebuah kelompok manusia kerdil.
“Kekurangan gizi sehingga terhambatnya pertumbuhan tubuh sebenarnya banyak terjadi di dunia”, ungkap Chris Turney, seorang peneliti dari Universitas Wollonggong, Australia. “Contohnya adalah gajah kerdil yang banyak ditemukan di kepulauan Laut Mediteran, seperti Pulau Kreta, Pulau Cicilia, dan Pulau Cyprus.”
Nah, ternyata banyak sekali makhluk hidup di dunia ini. Baik Homo Floresiensis maupun gajah kerdil dari Pulau Kreta, semuanya hampir sama dengan makhluk hidup yang ada hingga sekarang ini, hanya saja ukurannya yang lebih “minis”… Dan jenis makhluk hidup yang lebih kecil ini umumnya terjadi karena faktor kekurangan gizi makanan.
Cerita mengenai manusia kerdil ternyata sangat banyak di dunia ini, cerita lainnya yang cukup terkenal berjudul “Snow White and 7 Dwarfs” atau “Putri Salju dan 7 kurcaci”. Cerita itu mengenai hidup seorang putri cantik yang diusir oleh ibu angkatnya dan kemudian hidup bersama 7 kurcaci di hutan.
Manusia kerdil? Kurcaci?
Siapakah mereka itu? Apakah mereka pernah hidup di bumi ini?
Apakah semua itu hanya ada pada benak pengarang cerita fiksi?
“Tidak, manusia kerdil bukan hanya ada dalam cerita fiksi”, jawab seorang arkeolog (ahli purbakala) bernama Bert Robert dari Universitas Wallongong, Australia. “Manusia kerdil atau sering kita sebut sebagai manusia kurcaci pernah hidup di bumi ini. Mereka juga berjalan, bercocok-tanam, berbicara dan bermain-main seperti kita, manusia modern sekarang ini”, tambahnya.
Apakah kita bisa melihat manusia kerdil ini?
“Sekarang manusia kerdil telah punah, kita tidak dapat menemuinya dalam keadaan hidup, namun bukti-bukti bahwa mereka pernah hidup di dunia ini tidak dapat terbantahkan…”, jawab Robert.
Lalu di manakah kita dapat melihat bukti itu? Dan bukti seperti apa yang dimaksud?
Robert mengatakan, “Bukti bahwa manusia kerdil pernah hidup dapat kita lihat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, Negara Indonesia”. Ia juga menambahkah, “Ini terbukti dari hasil penggalian kami di sebuah situs goa prasejarah bernama Liang Bua. Di tempat itu kami berhasil menemukan tulang-tulang manusia dalam ukuran yang sangat kecil. Ukuran tulang manusia Flores ini hanya sekitar setengah dari ukuran manusia normal sekarang ini”.
Memang benar apa yang dikatakan Bert Robert tadi.
Situs Liang Bua di Flores sempat memiliki cerita yang menghebohkan dunia pada tahun 2005 karena berhasil menemukan sejumlah kerangka manusia dengan ukuran yang jauh lebih kecil.
Penggalian di Goa Liang Bua
Pada masa-masa awal penggalian di Situs Liang Bua tidak ada satu orang pun yang menyadari bahwa yang ditemukan adalah sebuah spesies manusia baru. “Kami mengira hasil penggalian itu hanya tulang anak dari manusia purba dan tidak ada kecurigaan sama sekali. Namun pada hari terakhir, kami meluaskan daerah penggalian dan pada satu lokasi kami menemukan banyak sekali tulang manusia dengan ukuran yang sangat kecil dan ciri yang hampir sama”, ungkap Bert Robert.
“Namun ada sedikit kejanggalan, karena kami tidak pernah menemukan satu pun kerangka manusia dengan ukuran yang setara dengan manusia dewasa. Hingga seorang rekan kami di laboratorium forensik mengatakan bahwa kerangka mausia yang kami peroleh merupakan manusia purba yang meninggal pada sekitar usia 60 tahun”.
“Hasil tes itu sangat mengejutkan, kemudian kami pun melakukan tes laboratorium pada tulang-tulang manusia purba yang lain dan ternyata mereka semua merupakan manusia dewasa hanya ukurannya saja yang lebih kecil”, tambah Bert.
Lihat perbandingan ukuran tengkorak Hobbit dengan ukuran kepala kita
Lihat perbandingan tinggi badan Hobbit dengan tinggi badan kita
Sejumlah peneliti asal Indonesia dan Australia yang tergabung dalam tim penggalian di Situs Liang Bua sangat terkejut dengan temuan tersebut. Tak lama kemudian mereka mengumumkan temuan tersebut kepada dunia. Dapat ditebak, dunia pun ikut terkejut atas temuan di Liang Bua itu.
Seusai mengumumkannya pada dunia, penelitian dilanjutkan di laboratorium. Dua orang arkeolog senior asal Australia bernama Peter Brown dan Michael Morwood sangat tertarik untuk mendalami temuan di Situs Liang Bua. Mereka yakin bahwa temuan manusia kerdil di Flores merupakan jenis manusia yang pernah hilang dalam sejarah perkembangan manusia (the lost species). Mereka menyebut manusia kerdil asal Flores sebagai spesies Homo Floresiensis.
Homo Floresiensis (Sumber: National Geographic)
Homo Floresiensis diambil dari bahasa latin, kata Homo berarti manusia, sedangkan kata Floresiensis mengacu pada tempat ditemukannya spesies baru itu, yaitu Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Hasil pemeriksaan laboratorium memperkirakan manusia Flores ini hidup sekitar 18.000 tahun yang lalu.
Wow…!!!
Ternyata 18.000 tahun yang lalu ada sejumlah Hobbit yang hidup berdampingan bersama spesies kita (Homo Sapiens)…!!!
Temuan menghebohkan di Situs Liang Bua mendorong sejumlah ahli purbakala dari negara-negara lain untuk mencoba menemukan jenis manusia kerdil. Misalnya penggalian yang dilakukan pada situs prasejarah di Negara Kenya (Afrika), sekitar Laut Mediteran (Timur Tengah) hingga dataran Andes (Peru, Amerika Selatan). Berminggu-minggu hingga berbulan-bulan usaha untuk menemukan manusia kerdil di negara lain tidak berhasil ditemukan.
“Hal ini sangat mengherankan kami…! Mengapa manusia kerdil hanya ditemukan di Flores dan tidak ada di tempat lain?”, kata Teuku Jacob, seorang arkeolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
Pertanyaan yang sama juga sering dilontarkan oleh ahli purbakala lainnya. Rasa penasaran ini mengundang sejumlah peneliti untuk mencari jawaban lebih lanjut, sehingga sejumlah peneliti dunia pun diturunkan kembali ke lapangan. Mulai dari para ahli biologi, ahli botani, ahli zoology, para geolog (ahli ilmu bumi) hingga sejumlah dokter ahli bahu-membahu untuk mengungkap rahasia masa lalu.
Berbulan-bulan dilakukan penggalian untuk kedua kalinya di Situs Liang Bua. Jerih payah mereka pun mulai menunjukkan adanya titik terang pada sekitar bulan Agustus 2006. Berdasarkan penelitian lebih lanjut di laboratorium, berhasil diperoleh keterangan bahwa manusia kerdil di Flores bukan merupakan suatu jenis manusia baru. Ukuran badannya yang lebih pendek dan tengkoraknya yang lebih kecil dari manusia modern lebih dikarenakan faktor makanan. Buruknya faktor makanan yang yang dikonsumsi oleh manusia purba di Liang Bua selama ribuan tahun akhirnya menghambat perkembangan tubuh mereka.
“Faktor makanan mungkin adalah salah satu jawaban yang paling dapat dipercaya”, ungkap Teuku Jacob. “Mengingat bahwa makanan adalah sumber gizi utama dalam pertumbuhan tubuh manusia. Ini juga menjelaskan, mengapa manusia kerdil hanya ditemukan di sekitar Situs Liang Bua… Semua itu lebih dikarenakan lingkungan hidup di sekitar Liang Bua sangat terisolasi (tertutup) dari lingkungan luar sehingga menjadi kendala manusia purba itu untuk mendapatkan sumber makanan lain yang lebih bergizi”, tambahnya.
Pendapat Teuku Jacob ini sangat didukung oleh para ilmuwan lainnya. Para ahli botani dan zoologi memang tidak berhasil menemukan adanya bukti sisa sumber makanan yang cukup bergizi di sekitar Situs Liang Bua. Para geolog pun melihat dari sisi faktor alam, bahwa Situs Liang Bua terletak di sebuah dataran rendah yang diapit oleh pegunungan tinggi, sehingga masyarakatnya sangat sukar untuk keluar dari lingkungan tempat mereka tinggal. Selama ratusan hingga ribuan tahun hanya mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan gizi di yang sangat rendah, akhirnya terbentuklah sebuah kelompok manusia kerdil.
“Kekurangan gizi sehingga terhambatnya pertumbuhan tubuh sebenarnya banyak terjadi di dunia”, ungkap Chris Turney, seorang peneliti dari Universitas Wollonggong, Australia. “Contohnya adalah gajah kerdil yang banyak ditemukan di kepulauan Laut Mediteran, seperti Pulau Kreta, Pulau Cicilia, dan Pulau Cyprus.”
Nah, ternyata banyak sekali makhluk hidup di dunia ini. Baik Homo Floresiensis maupun gajah kerdil dari Pulau Kreta, semuanya hampir sama dengan makhluk hidup yang ada hingga sekarang ini, hanya saja ukurannya yang lebih “minis”… Dan jenis makhluk hidup yang lebih kecil ini umumnya terjadi karena faktor kekurangan gizi makanan.
0 comments:
Post a Comment